Kamis, 11 Februari 2010

Gempa Sumetera, Teguran atau Bala?!


Gempa besar berkekuatan 7,6 Skala Richter melantakkan kota Padang dan sekitarnya pukul 17.16 pada tanggal 30 September lalu. Gempa susulan terjadi pada pukul 17.58. Keesokan harinya, 1 Oktober kemarin, gempa berkekuatan 7 Skala Richter kembali menggoyang Jambi dan sekitarnya tepat pukul 08.52.

Dalam sebuah situs dapat anda baca disini menyebutkan bahwa gempa itu sebagai sebuah tanda dari Allah swt kepada manusia dan berhubungan dengan kejadian besar Indonesia dimasa lalu berikut kutipannya :

Segala sesuatu kejadian di muka bumi merupakan ketetapan Allah Swt. Demikian pula dengan musibah bernama gempa bumi. Hanya berseling sehari setelah kejadian, beredar kabar—di antaranya lewat pesan singkat—yang mengkaitkan waktu terjadinya musibah tiba gempa itu dengan surat dan ayat yang ada di dalam kitab suci Al-Qur’an.

Gempa di Padang jam 17.16, gempa susulan 17.58, esoknya gempa di Jambi jam 8.52. Coba lihat Al-Qur’an!” demikian bunyi pesan singkat yang beredar. Siapa pun yang membuka Al-Qur’an dengan tuntunan pesan singkat tersebut akan merasa kecil di hadapan Allah Swt. Demikian ayatayat Allah Swt tersebut:

17.16 (QS. Al Israa’ ayat 16): “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”

17.58 (QS. Al Israa’ ayat 58): “Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuz).”

8.52 (QS. Al Anfaal: 52): (Keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Amat Keras siksaan-Nya.”

Tiga ayat Allah Swt di atas, yang ditunjukkan tepat dalam waktu kejadian tiga gempa kemarin di Sumatera, berbicara mengenai azab Allah berupa kehancuran dan kematian, dan kaitannya dengan hidup bermewah-mewah dan kedurhakaan, dan juga dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya. Ini tentu sangat menarik.

Gaya hidup bermewah-mewah seolah disimbolisasikan dengan acara pelantikan anggota DPR yang memang WAH. Kedurhakaan bisa jadi disimbolkan oleh tidak ditunaikannya amanah umat selama ini oleh para penguasa, namun juga tidak tertutup kemungkinan kedurhakaan kita sendiri yang masih banyak yang lalai dengan ayat-ayat Allah atau malah menjadikan agama Allah sekadar sebagai komoditas untuk meraih kehidupan duniawi dengan segala kelezatannya (yang sebenarnya menipu).

Menurut Sufimuda

Tidak elok rasanya mengkaitkan sebuah bencana dengan kedurhakaan manusia kepada Allah, akan tetapi tidak ada salahnya kita coba renungi agar bisa menjadi pelajaran kepada orang-orang lain.

Masyarakat Sumatera Barat pada umumnya adalah masyarakat yang taat kepada Allah dan sebagian besar penduduk disana beragama Islam. Lalau kenapa penduduk yang taat beragama diberikan bala oleh Allah sebagaimana halnya tsunami di Aceh yang penduduknya juga sebagian besar orang Islam.

Bagi sebagian kecil masyarakat Sumatera Barat khususnya Bukit tinggi dan Payakumbuh tentu masih ingat kejadian setahun lalu yaitu Majelis Ulama Indonesia Payakumbuh beserta para tetua adat disana melarang Tarekat Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah di bawah Yayasan Kiblatul Amin Dua yang berpusat di Batam dan menyatakan sesat menyesatkan. Seluruh kegiatan Tarekat ini dilarang karena dianggap tidak sesuai dengan syariat Islam. Mursyid Tarekat ini telah berulang kali memperingatkan bahwa jangan sekali-kali memusuhi Tarekat apalagi memusuhi wali Allah karena nanti Allah akan menurunkan Bala. Allah juga memperingatkan, “Menyatakan perang kepada Wali-Ku maka Aku menyatakan perang kepada mereka

Sama halnya dengan kejadian di Aceh. Tgl 26 Desember 2003, Camat Kecamatan Johan Pahlawan Aceh Barat bernama Ahmad Dadek beserta unsur Muspika dan direstui oleh Bupati dengan angkuhnya menutup tempat zikir Tarekat Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah di bawah Yayasan Kiblatul Amin Dua yang berpusat di Batam. Tempat zikir itu berada di kota Meulaboh tepatnya di Kelurahan Kuta Padang yang sebagian besar penduduknya memang sangat anti dengan Tarekat. Pengikuti Tarekat yang sehari-hari membuka kebun yang terletak 12 km dari kota Meulaboh di fitnah dan ditangkap serta dimasukkan kedalam tahanan selama 3 hari 3 malam dengan makan seadanya. Ketua MUI di Aceh Barat tidak mau mengeluarkan fatwa sesat kerena Beliau juga sebagai pengamal Tarekat Naqsyabandi. Koran lokal Serambi Indonesia menulis berita tentang kesesatan Tarekat versi Camat Johan Pahlawan sehingga seluruh masyarakat Aceh terutama Banda Aceh meyakini bahwa Tarekat ini sebagai aliran sesat. Tuduhan kepada pengikut Tarekat sungguh diluar akal sehat dan mengada-ada. Mereka tidak bisa membela diri karena MUI dan pers dikuasai oleh pemerintah daerah. Pengikut tarekat ini hanya bisa menyerahkan sepenuhnya kepada Allah SWT.

Setahun setelah itu tepat tgl 26 Desember 2004 datanglah bala besar yang bernama Tsunami berpusat di Meulaboh ibukota Aceh Barat dan menyapu bersih Banda Aceh dan sekitarnya. Kantor Harian Serambi Indonesia yang suka dengan berita-berita sensasi rata dengan tanah dan sampai saat ini tidak bisa lagi dibangun kembali di tempat semula. Menurut saya ini peringatan atau teguran agar kita berhati-hati dalam menuduh orang lain dan jangan suka berbuat aniaya.

Semoga kedua bencana ini bisa menjadi peringatan kepada kita semua terutama kepada Ulama dan Umara agar lebih hati-hati dalam menjalankan tugasnya, jangan sampai karena tindakan kita yang kurang ilmu menyebabkan datangnya Bala dari Allah. Jangan terulang kembali kisah ulama yang menyesatkan ulama sebagai tradisi wahabi yang harus kita hindari.

Apakah pesan Allah Swt itu akan mengubah kita semua agar lebih taat pada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya ?

Atau malah kita semua sama sekali tidak perduli, bahkan menertawakan semua pesan ini sebagaimana dahulu kaum kafir Quraiys menertawakan dakwah Rasulullah Saw ? Semua berpulang kepada diri kita masing-masing. Wallahu’alam bishawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar